Minggu, 27 Desember 2015

Manusia Sebagai Makhluk Sosial

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
“MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL”




Disusun oleh :
Rahma Dea Lestari (5541551)

Kelas :
1IA02


Universitas Gunadarma

Daftar isi
Daftar Isi ...........................................................................................................................1
Kata Pengantar .................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1  Latar Belakang
1.2  Rumusan Masalah
1.3  Tujuan

BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................................4
2.1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
a.  Manusia Sebagai Makhluk Individu
b.  Manusia sebagai Makhluk Sosial..........................................................................5
2.2. Interaksi Sosial dan Sosialisasi dalam Kehidupan Manusia sebagai   Makhluk  individu        dan Makhluk Sosial............................................................................................................6
a.      Interaksi Sosial
b.      Bentuk Interaksi Sosial ...........................................................................................7
c.       Sosialisasi.........................................................................................................8
d.      Bentuk dan Pola Sosialisasi.................................................................................9
2.3. Masyarakat dan Komunitas.................................................................................10
      a. Masyarakat
      b. komunitas
2.4 Dilema antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Sosial..................................11
a.      Pandangan Individualisme
b.      Pandangan Sosialisme......................................................................................12
2.5 manusia dan kebudayaannya...............................................................................14
2.5.1 kebudayaan pada suku Baduy..................................................................................15
      A.Kebudayaan Suku Baduy................................................................................................16
      B.  Suku Baduy memiliki Budaya Fenomenal.....................................................................21
BAB III
PENUTUP.........................................................................................................................22
3.1   Kesimpulan...............................................................................................................22
3.2   Saran........................................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................24


















KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan hidayahnya saya telah berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul Manusia sebagai Makhluk Sosial. Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah ilmu Sosial dasar.
Saya mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
Saya menyadari bahwa masih ada kekurangan dari Penulisan Makalah yang saya buat, maka dari itu kritik dan saran saya butuhkan untuk memperbaiki makalah yang saya buat sehingga menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi saya dan pembaca.


                                                                                                      Depok, 6 Desember 2015
                       


                                                                                                                        Penulis,

                                                                                                            Rahma Dea Lestari


























BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

Manusia diciptakan oleh tuhan dengan segala keterbatasannya, akan tetapi manusia dikaruniai akal pikiran yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat hidup sendiri, melainkan memerlukan bantuan orang lain, karena manusia merupakan makhluk social yang bergantung akan manusia lainnya ketika dalam menjalankan kehidupan pada suatu masyarakat.
Pada dasarnya manusia adalah sebagai makhluk individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara individu juga, manusia ingin memenuhi kebutuhannya masing-masing, ingin merealisasikan diri atau ingin dan mampu mengembangkan potensi-potensinya masing-masing. Hal ini merupakan gambaran bahwa setiap individu akan berusaha untuk menemukan jati dirinya masing-masing, tidak ada manusia yang ingin menjadi orang lain sehingga dia akan selalu sadar akan keindividualitasannya.
Adapun hubungannya dengan manusia sebagai mahluk sosial adalah bahwa dalam mengembangkan potensinya ini tidak akan terjadi secara alamiah dengan sendirinya, tetapi membutuhkan bantuan dan bimbingan manusia lain. Selain itu, dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang mampu hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa manusia hidup saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara yang satu dengan yang lainnya.
Dari kedua hal diatas, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial memiliki fungsi masing-masing dalam menjalankan peranannya dalam kehidupan. Sebagai makhluk individu  manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari kehidupan sosial atau masyarakat dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan kumpulan dari berbagai individu. Dalam menjalankan peranannya masing-masing dari kedua hal tersebut secara seimbang, maka setiap individu harus mengetahui dari peranannya masing-masing tersebut.


1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,  penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.           Apa yang dimaksud dengan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial?
2.           Bagaimana interaksi sosial dan sosialisasi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial ?
3.           Bagaimana perbedaan antara masyarakat dan komunitas?
4.           Bagaimana dilema antara kepentingan individu dan kepentingan sosial?
5.           Bagaimana hubungan manusia dengan budayanya?
6.           bagaimana contoh kasus hubungan manusia dengan budayanya di indonesia?

1.3  Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas, makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.           Hakikat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2.           Interaksi sosial dan sosialisasi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
3.           Masyarakat dan komunitas.
4.           Dilema antara kepentingan individu dan kepentingan sosial.
5.           Manusia dengan budayanya.
6.           Mengetahui kebudayaan suku Baduy.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui medium kehidupan sosial.
Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam kebersamaan.

a.  Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided. Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung pengertian tidak, sedangkan devided artinya terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri khas tersendiri, tidak ada manusia yang sama persis. Dari sekian banyak manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa individu sejak lahir. Jika seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial, merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial. Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan (fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000), kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.


b.  Manusia sebagai Makhluk Sosial

Menurut kodratnya manusia selain sebagai makhluk individu, mereka juga merupakan makhluk sosial. Adapun yang dimaksud dengan Istilah sosial adalah ”Sosial” berasal dari akar kata bahasa Latin Socius, yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti umum yaitu kemasyarakatan dan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau masyarakat. Adapun dalam hal ini yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, dan pada dasarnya setiap hidup individu tidak dapat lepas dari manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam kehidupannya.Seperti kita ketahui bahwa sejak bayi lahir sampai usia tertentu manusia adalah mahkluk yang tidak berdaya, tanpa bantuan orang orang disekitar iatidak dapat berbuat apa-apa  dan untuk segala kebutuhan hidup bayi sangat tergantung pada luar dirinya seperti orang tuanya khususnya ibunya. Bagi si bayi keluarga merupakan segitiga abadi yang menjadi kelompok sosial pertama dikenalnya.  Pada perjalanan hidup yang selanjutnya keluarga akan tetap menjadi kelompok pertama tempat meletakan dasar kepribadian dan proses pendewasaan yang didalamnya selalu terjadi “sosialisi”  untuk menjadi manusia yang mengetahui pengetahuan dasar, nilai-nilai, norma sosial dan etika-etika pergaulan.
Manusia dapat di katakan makluk sosial karena pada dirinya terdapat dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain, dimana terdapat kebutuhan untuk mencari berteman dengan orang lain yang sering di dasari atas kesamaan ciri atau kepentingan masing-masing. Manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya,   manusia tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan seluruh potensi kemanusiaannya. Makhluk sosial adalah makluk yang terdapat dalam beragam aktivitas dan lingkungan sosial.

2.2.   Interaksi Sosial dan Sosialisasi dalam Kehidupan Manusia sebagai   Makhluk  individu dan Makhluk Sosial
Manusia sebagai mahkluk sosial dalam kehidupan sehari-harinya pasti membutuhkan orang lain. Proses interaksi dan sosialisasi selalu terjadi kapan dan dimanapun manusia itu berada. Dalam hal ini bentuk interaksi sosial sangat bermacam-macam.Pola sosialisasi pun ada bermacam-macam.Untuk lebih jelasnya uraian mengenai interaksi sosial dan sosialisasi adalah sebagai berikut.

 a.  Interaksi Sosial
Manusia dikenal sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.Dikatakan makhluk sosial karena manusia sebagai individu saling membutuhkan dan saling berinteraksi dengan manusia atau individu lainnya. Oleh sebab itu manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan orang lain pada hidupnya untuk saling memberi, menolong, dan melengkapi satu sama lain.
Adapun pengertian interaksi sosial menurut Effendi (2010:46) adalah kata interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan timbal balik saling mempengaruhi antar individu, kelompok social, dan masyarakat. Dalam hal ini berarti bahwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya tidak lepas dari hubungan dengan manusia lainnya.Interaksi juga berarti bahwa setiap manusia saling berkomunikasi dan mempengaruhi bisa dalam pikiran maupun tindakan.
Menurut Gillin dan Gillin (Effendi, 2010:46) menyatakan bahwa interaksi sosia adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individu, antar kelompok, orang, dan orang perorangan dengan kelompok. Dalam hal ini interaksi sosial bisa dilakukan oleh orang perorangan, bisa oleh kelompok, juga bisa perorangan dengan kelompok.
Interaksi sosial dimulai dari hal yang terkecil yaitu saling menegur, menyapa, berjabat tangan, saling berbicara dan lain-lain. Bahkan dalam pertengkaran atau perkelahianpun termasuk interaksi sosial.
Faktor yang pertama adalah Imitasi, imitasi merupakan proses peniruan. Kita sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan orang lain termasuk dalam hal meniru perilaku orang lain yang positif bagi kita. Peniruan sudah dilakukan pada rentan anak usia dini. Anak usia dini merupakan peniru yang ulung, maka dari itu sikap dan perilaku setiap orang dewasa perlu dijaga dan diperhatikan agar peniruan yang dilakukan anak usia dini bersifat positif. Pada proses peniruan ini mudah berubah-ubah karena perkembangan teknologi didunia ini berlangsung secara global dan sangat cepat.
Yang kedua yaitu Sugesti, sugesti adalah suatu proses dimana seorang individu menerima pendapat atau pandangan dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih dahulu. Sugesti merupakan pengaruh psikis yang datang dari dirinya sendiri maupun orang lain. Orang akan mudah menerima sugesti dari orang lain ketika seseorang sedang ada pada kondisi yang dilematis. Dalam hubungan interaksi sosial, arti Imitasi dan sugesti hampir sama perbedaannya adalah dalam imitasi seseorang mengikuti atau meniru orang lain, sedangkan pada sugesti seseorang memberikan pandangan atau pendapat menurut dirinya dan diterima oleh orang lain.
Yang ketiga yaitu Identifikasi, dalam psikologis identifikasi berarti dorongan untuk menjadi identik atau dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain, baik secara lahir maupun batin.
Faktor yang keempat yaitu Simpati, simpati yaitu perasaaan yang timbul pada orang lain atas dasar penilaian menurut perasaan didalam dirinya.

b.  Bentuk Interaksi Sosial        
Ada beberapa bentuk interaksi sosial yaitu:

ü  Kerjasama (cooperation),
ü   Persaingan (competition), dan
ü  Pertentangan (conflict).

Menurut Gillin dan Gillin bentuk kerjasama dibagi dalam dua proses yang didalamnya terdapat bentuk bentuk khusus. Yang pertama yaitu proses Asosiatif terdiri dari 2 bentuk khusus yaitu akomodasi dan asimilasi. Yang kedua yaitu proses Disosiatif, disosiatif terdiri dari tiga bentuk khusus yaitu Persaingan (competition), Kontravnersi (contravention), dan Pertentangan (conflict).

1.       Bentuk Interaksi Asosiatif

a.         Kerjasama (cooperation)
Kerjasama merupakan salah satu bentuk  interaksi sosial yang sering terjadi dimasyarakat pada umumnya. Kerjasama menggambarkan sebagian besar bentuk interaksi sosial. Dan setiap bentuk interaksi sosial dapat ditemukan pada setiap kelompok manusia. Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya atau kelompok yang lainnya.

Ada tiga bentuk kerjasama yang biasa dilaksanakan yaitu:
ü    Bargaining, yaitu pelaksanaan kerjasama atau perjanjian antara dua organisasi atau lebih mengenai pertukaran barang dan jasa.
ü    Cooperation, yaitu penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan atau dalam pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas organisasi tersebut.
ü   Coalition, yaitu kombinasi antar dua organisasi atau lebih yang mempunyai pandangan dan tujuan yang sama.

b.        Akomodasi (accomodation)
Dalam interaksi sosial, istilah akomodasi berarti suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi orang perorangan dan kelompok manusia sehubungan dengan nilai dan norma yang berlaku dimasyarakat.

Ada beberapa bentuk akomodasi, diantaranya:
ü  Coertion adalah bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya suatu paksaan.
ü  Compromise adalah salah satu bentukakomodasi dimana pihak yang terlibat perselisihan mengurangi tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan tersebut.
ü  Arbitration adalah suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berselisih tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.
ü  Mediation cara untuk mencapai penyelesaina dalam perselisihan dengan cara menghadirkan orang ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
ü  Concilitation adalah usaha untuk mengabulkan atau mempertemukan keinginan pihak yang berselisih agar tercapainya suatu persetujuan bersama.
ü  Tolerantion adalah bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal. Contohnya toleransi dalam beribadah.
ü  Stelemate adalah suatu akomodasi dimana pihak pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
ü  Adjudication adalah perselisihan perkara atau sengketa dipengadilan.


2.  Bentuk Interaksi Disosiatif
1.  Persaingan (competition)
Persaingan merupakan bentuk interaksi sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk memperoleh keuntungan tertentu baik bagi dirinya maupun kelompoknya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekersan.
2.    Kontravensi (contravention)
Kontraversi adalah rperasaaan yang menggejolak yang ada pada diri seseorang yag ditandai oleh adanya ketidakpastian dalam diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap orang lain. Tapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menimbulkan pertentangan atau pertikaian.
3.    Pertentangan (conflict)
Pertentangan merupakan suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha utuk mencapai tujuannya dengan cara menentang pihak yang lain atau pihak yang menghalangi dengan ancaman atau tindak kekerasan.

c.         Sosialisasi
Sosialisasi sangat erat kaitannya terhadap manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita harus senantiasa hidup bersosial dengan orang lain agar dapat saling membantu, melengkapi, dan mencapai tujuan hidup kita. Menurut Berger (Effendi, 2010:49) mendefinisika sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society” yaitu suatu proses dimana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam hal ini jelas dikatakan bahwa proses sosialisasi dimulai dari sejak anak usia dini hingga usia seseorang berakhir. Proses sosialisasi terus dilakukan selama kita masih hidup dan masih membutuhkan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sosialisasi adalah proses dimana seseorang dapat berinteraksi dan berpartisipasi dengan masyarakat yang ada disekitarnya.
Setiap makhluk hidup pasti sangat membutuhkan proses sosialisasi, baik itu dimulai dari anak usia dini sampai dewasa bahkan sosialisasi berjalan seumur hidup.apa yang terjadi jika sejak usia dini anak tidak mengalami sosialisasi pasti anak tidak akan menjadi manusia seutuhnya, karena kemampuan seseorang untuk berperan sebagai anggota masyarakat sangat tergantung pada proses sosialisasi. Ketika seseorang tidak mengalami sosialisasi maka yang terjadi adalah orang itu tidak dapat berinteraksi dengan orang lain. Contohnya banyak ditemuakan anak anak yang terlantar dihutan dan dibesarkan oleh hewan atau yang disekap oleh orang tuanya sejak kecil. Mereka tidak bisa bersosialisasi dengan baik. Mereka cenderung bagaimana berprilaku seperti hewan, mereka tidak dapat berbicara, tidak dapat berpakaian bahkan tidak dapat tertawa atau menangis. Ketika anak-anak itu diselamatkan dan diberi terapi seperti manusia umumnya, mereka mungkin bisa menerima sedikit demi sedikit perubahan pada diri mereka untuk menjadi manusia seutuhnya namun kemampuan mereka tidak akan mampu menyamai kemampuan anak lain yang sebaya dengannya, karena kemampuan kemampuan tertentu hanya dapat diajarkan pada periode tertentu dikehidupan anak. Bila proses sosialisasinya terlambat, maka proses tersebut tidak akan berhasil atau hanya berhasil untuk sebagian kecil saja. Mereka juga tidak akan menjadi manusia seutuhnya karena mereka tidak pernah tersosialisasi secara wajar dan mereka cenderung meninggal dengan usia muda.
Sosialisasi dilakukan oleh semua individu yang bersosial. Ada beberapa pihak yang membantu melaksanakan sosialisasi yaitu keluarga, kelompok bermain media massa dan sistem pendidikan. Peran agen utama yaitu orangtua merupakan peran penting bagi anak untuk bersosialisasi. Orang tua merupaka awal dimana kita melakukan interaksi dengan dunia pertama kita. Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan yang paling utama dalam hal pertumbuhan dan perkembangan anak begitupun dengan perkembangan sosialisasi mereka. Maka orang tua hendaknya mengoptimalkan proses sosialisasi pertama untuk anak. Kelompok bermain juga tidak kalah pentingnya dengan orang tua. Melalui kelompok bermain anak mulai bisa belajar bersosialisasi secara umum. Bagaimana ia berinteraksi dengan teman sebayanya, bagaimana ia menyelesaikan suatu permasalahan dalam berinteraksi dengan temannya dan juga bagaimana ia bisa memilih teman yang sejalan dengannya. Agen yang ketiga yaitu media massa. Media masa sangat erat kaitannya dengan teknologi yang makin maju dan berkembang. Media masa pun sangat penting untuk sosialisasi dengan hal-hal yang terjadi disekitar kita.

d.        Bentuk dan Pola Sosialisasi
·         Bentuk-bentuk sosialisasi
sosialisasi merupakan salah satu bentuk manusia dalam mempertahankan interaksi dengan lingkungannya. Proses ini berlangsung sepanjang hidup manusia.
Bentuk sosialisasi dibedakan menjadi dua yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi primer adalah sosialisasi pertama yang dilakukan oleh seluruh individu sejak ia kecil. Sosialisasi primer tidak ada proses identifikasi dan pada masa inilah dumia pertama anak terbentuk. Sosialisasi primer berakhir ketika konsep tentang orang lain pada umumnya telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Pada titik ini ia merupakan anggaota efektif masyarakat.
·         Pola sosialisasi
Pada dasarnya ada dua pola sosialisasi, yaitu pola represi (kekerasan/hukuman) dan pola partisipasi. Sosialisasi menggunakan pola represi menekankan pada penggunaan hukuman atau kekerasan apabila terdapat dan melakukan kesalahan. Adapun ciri-ciri lain dalam penggunaan proses represi yaitu penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan, penekanan terhadap orang tua, penekanan terhadap komunikasi satu arah non verbal dan berisi perintah, sosialisasi terhadap orang tua dan keinginan orangtua dan lain-lain.
Sosialisasi secara partisipasi merupakan pola yang didalamnya anak diberi imbalan ketika ia berlaku baik , hukuman dan imbalan berupa simbol, anak diberi kebebasan, komunikasi bersifat lisan, anak menjadi pusat sosialisasi, kebutuhan dianggap sangat penting dan lain sebagainya.

2.3. Masyarakat dan Komunitas
Dalam kehidupan sebagai makluk individu dan sosial, manusia selalu berhubungan dan tidak dapat lepas  dengan masyarakat dan komunitas. Sering kali penggunaan kedua istilah tersebut tertukar dalam penggunaannya, padahal pada hakikatnya kedua istilah tersebut tidaklah sama. Terdapat perbedaan mendasar antara kedua konsep tersebut, dan untuk mengetahui lebih lanjut, berikut akan penulis sajikan beberapa devinisi masyarakat dan komunitas menurut para ahli sebagai berikut.

a.      Masyarakat
Krech, Crutchfield, dan Ballachey (Effendi,2010:59) mengemukakan devinisi masyarakat sebagai ”a society is that it is an organized collectivity of interacting people whose actives become centered around a set of common goals, and who tend to share common beliefs, attitudes, and of action.” Dari devinisi tersebut dapat ditarik kesimpulan unsur-unsur yanga ada dalam masyarakat adalah kolektivitas interaksi manusia yang terorganisasi, kegiatannya yang terarah pada sejumlah tujuan yang sama, memilikin kecenderungan untuk memiliki keyakinan, sikap, dan bentuk tindakan yang sama. Dalam hal ini, interkasi dan tindakan itu tentu saja interaksi serta tindakan sosial.
Menurut konsep di atas, karakteristik dari masyarakat itu adalah adanya sekelompok manusia yang menunjukan perhatian bersama secara mendasar, pemeliharaan kekekalan bersama, perwakilan menusia menurut sejenisnya yang berhubungan satu sama lain secara berkesinambungan. Dengan demikian, relasi manusia sebagai suatu bentuk masyarakat itu tidak terjadi dalam waktu yang singkat, melainkan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif cukup lama.
Dari beberapa devinisi di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang melakukan hubungan, bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama, serta melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama yang menempati kawasan tertentu.

b.      Komunitas
Komunitas merupakan bagian kelompok dari masyarakat dalam lingkup yang lebih kecil, serta ikatan kebersamaannya yang kuat dan lebih terikat oleh tempat.
Adapun menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto (Effendi, 2010: 62) istilah community dapat diterjemahkan sebgai masyarakat setempat, istilah ini menunjuk pada warga-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Apabila anggota-anggota suatu kelompok hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup yang utama, maka kelompok tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya mereka menjalin hubungan sosial.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan social yang tertentu. Jadi dasar-dasar dari masyarakat setempat adalah lokalitas atau wilayah, perasaan sepenanggungan dan hubungan sosial tertentu yang merupakan perasaan saling ketergantungan .
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa devinisi masyarakat dengan masyarakat setempat/komunitas. Definisi masyarakat sifatnya lebih umum dan lebih luas, sedangkan definisi masyarakat setempat lebih terbatas dan juga dibatasi oleh area kawasan serta sejumlah warganya. Ditinjau dari aktivitas hubungannya dan persatuan lebih erat masyarakat setempat dibandingkan dengan masyarakat.
Lebih lanjut dalam kehidupan masyarakat, Ferdinand Tonnies (Effendi, 2010: 65) mengemukakan pembagian masyarakat dengan sebutan masyarakat gemainchaft dan geselshaft. Masyarakat gemainchaft atau disebut juga paguyuban adalah kelompok masyarakat dimana anggotanya sangat terikat secara emosional dengan yang lainnya dan biasanya cenderung sebagai refleksi masyarakat pedesaan. Sedangkan masyarakat geselshaft atau patembeyan ikatan-ikatan diantara anggota anggotanya kurang kuat dan bersifat rasional, biasanya cenderung sebagai refleksi masyarakat perkotaan.

2.4 Dilema antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Sosial
Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu ke pentingan individu yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan masyarakat yang termasukke pentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang tidak bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang dia menjadi lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan dari diri manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi. Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu kelompok masyarakat. Adapun  Ariska mengemukakan dua pandangan yaitu pandangan individualisme dan pandangan sosialisme. Untuk mengetahui lebih lanjut, berikut uraiannya.

a.      Pandangan Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi individualisme liberal.
Paham individualisme liberal muncul di Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah sebagai berikut:
a.       Penjaminan hak milik perorangan. Menurut paham ini, pemilikan sepenuhnya berada pada pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial, Mementingkan diri sendiri atau kepentingan individu yang bersangkutan.
b.      Pemberian kebebasan penuh pada individu. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya masing-masing.Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme, kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi, negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup bersama.


b.      Pandangan Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
Sosialisme adalah paham yang mengharapkan terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi oleh perorangan. Paham  marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl Marx (1818-1883).
Paham individualisme liberal dan sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik, tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial.  Sosialisme dalam bentuk yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran, tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.
Negara indonesia yang berfilsafahkan pancasila, hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara seimbang. Menurut filsafat pancasila, manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial, yang secara hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Bangsa indonesia memiliki prinsip penempatan kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. Demi kepentingan bersama tidak dengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara.

2.5 manusia dan kebudayaannya
Manusia pada hakikatnya tidak bisa terlepas dari sosialisasi dan kebudayaan. Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang adadisekitarnya. Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan lingkungan.
  Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi ini, kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep, rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan setiap saat bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan menginterpretasi berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam lingkungannya sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para warga masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka pertahankan. Contoh kasus yang akan kita bahas adalah kebudayaan pada suku baduy.


2.5.1 kebudayaan pada suku Baduy


Suku Badui atau suku Kanekes adalah masyarakat asli di daerah Kabupaten Lebak, Banten. Meskipun tinggal di daerah yang cukup sentral di Indonesia, suku ini menjalani kehidupannya dengan mengasingkan diri dan tidak menerima modernisasi atau pembangunan yang berasal dari luar. Masyarakat Badui lebih memilih hidup mandiri di sekitar pegunungan kendeng dengan bermata pencaharian yang bersumber dari alam. Meski terisolir, masyarakat Badui hidup dengan penuh kerukunan dan tolong menolong.
Suku baduy memiliki populasi antara 6000 hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi menjadi 2 kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaan antara suku baduy dalam dan suku baduy luar adalah suku baduy dalam hingga saat ini masih mempertahankan budaya mereka yaitu dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh dunia luar, sedangkan untuk suku baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau tidak terlalu mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih mau menerima budaya-budaya modern namun tidak semua budaya tersebut mereka terima. Sedangkan untuk  masyarakat suku baduy dalam tidak mau menerima budaya yang datang dari luar daerahnya, mereka berpendapat bahwa budaya tersebut dapat merusak budaya dari leluhurnya.
A. Kebudayaan Suku Baduy
Suku baduy tidak mengenal strata sosial apalagi kesenjangan sosial, mereka hidup secara gotong royong dan tidak ada keserakahan yang terjadi diantara mereka. Banyak sekali larangan yang diatur dalam hukum adat mereka. Seperti larangan anak –anak tidak boleh bersekolah, tidak boleh memelihara ternak berkaki empat, tidak boleh bepergian menggunakan kendaraan, tidak boleh menggunakan peralatan elektronik, tidak boleh membangun rumah menggunakan paku dan besi, tidak boleh bersuami atau beristri lebih dari satu. Dilarang keras memakai produk yang mengandung zat kimia seperti sabun, pasta gigi, shampo, deterjen dan produk lain yang dapat mencemari lingkungan.
Masyarakat baduy bagaikan sebuah negara yang tatanan hidupnya diaturoleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi, yaitu Puun. Puun bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup masyarakat yangdalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh adat lainnya. Sebagian orang yang tidak tahan dengan segala aturan yang ditetapkan hukum adat, keluar dari komunitas baduy (baduy Dalam) dan membentuk komunitas baru yaitu baduy Luar, dengan aturan adat yang lebih longgar. Sebagai tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah 7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada "Bapak Gede" (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar. Dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Lebak ingin membangun kawasan baduy dan menjadikan baduy menjadi obyek wisata, bagi masyarakat baduy merupakan acaman kelestarian nilai-nilai adat leluhur.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam bangku sekolah, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan tersebut berlawanan dengan adat-istiadat mereka Sehingga mereka menolak usulan pemerintah untuk membangun fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Baduy dalam merupakan bagian ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian  peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
·         Larangan menggunakan alas kaki
·         Larangan menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
·         Pintu rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau ketua adat)
·         Tidak diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
·         Menggunakan kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Adapun beberapa alasan yang menyebabkan di keluarkannya warga badui dalam menjadi warga baduy luar yaitu :
·         Mereka telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
·         Berkeinginan untuk keluar dari Kanekes Dalam
·         Menikah dengan anggota Kanekes Luar
Kelompok masyarakat badui yang kedua disebutpanamping atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy Luar, mereka tinggal di berbagai tempat yang tersebar dan mengelilingi wilayah Suku Baduy Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain sebagainya. Masyarakat Suku Baduy Luar memiliki ciri khas khusus yaitu mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar adalah orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Suku Baduy dalam.
Adapun Ciri-ciri Masyarakat Baduy Luar antara lain sebagai berikut:
·         Mereka telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya tetap merupakan larangan untuk setiap warga Kanekes, termasuk warga Kanekes Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.
·         Proses pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu, seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes Dalam.
·         Menggunakan pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti kaos oblong dan celana jeans.
·         Menggunakan peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca & plastik.
·         Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.


Secara lebih rinci dapat dijabarkan tentang tujuh unsure yang merupakan unsure kebudayaan orang baduy, yaitu:
1)      Sistem Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes.
Tabu tersebut dalam kehidupan sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Objek kepercayaan terpenting bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan pertanda kegagalan panen.
Bagi sebagian kalangan, berkaitan dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum masuknya Islam.
2)      Peralatan Hidup
Masyarakat Baduy memilih tumbuhan bambu sebagai teman hidupnya. Bambu dengan segala kelebihannya telah menyediakan dirinya menjadi bahan baku bagi hampir semua kebutuhan hidup manusia. Hampir tidak ada dari bagian tumbuhan ini, mulai dari akar hingga pucuk dan daun-nya yang tidak bisa dimanfaatkan. Akar bambu sering dipakai sebagai bahan ramuan obat, pucuk (rebung) bambu dibuat sayuran, dan batang bambu dewasa untuk bermacam keperluan bangunan. Bahkan tanah tempat bekas rumpun bambu adalah bagian tanah yang amat subur untuk berladang.
Bambu telah menyediakan hampir semua kebutuhan peralatan hidup bagi manusia Baduy. Gelas Bambu adalah yang paling sederhana. Orang Baduy, terutama kelompok Baduy Dalam mengkreasi gelas minum dari bambu dengan berbagai ukuran. Struktur tumbuhan yang berlubang di tengah dengan buku-buku kokoh yang menjadi pembatas antar ruas-ruasnya telah dimanfaatkan secara cerdas untuk menciptakan gelas-gelas tempat minum manusia. Selain gelas, bambu juga dapat dibuat berbagai peralatan dapur dan rumah tangga, seperti sendok, garpu, sumpit, dan untuk menanak nasi. Bambu kering kerap juga digunakan sebagai kayu bakar untuk perapian memasak makanan.
3)      Mata Pencaharian
Bertani adalah mata pencarian utama masyarakat Baduy di desa Kanekes, tetapi dalam mengelolah lahan / tanah mereka tetap memegang aturan-aturan yang telah digariskan oleh pikukuhnya, yaitu tanah tidak boleh dicangkul sehingga erosi di setiap lahan pertanian orang Baduy relatif dapat dihindarkan atau kecil sekali. Begitu pula untuk melindungi tata air, kebersiahn dan kelestarian dari adanya pencemaran sungai, pembuatan rumah, penempatan lumbung padi, semuanya berintegritasi secara fungsional dalam kehidupan mereka yang hidup berdasarkan pikukuh aturan adat. Dengan demikian ekosistem masyarakat Baduy di desa Kenekes terdapat suatu keseimbangan yang dinamakan homeostatis yaitu kemampuan ekosistem untuk menaham berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji, serta madu hutan. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten. Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki, umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
4)      Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
5)      Kesenian
Alat musik tiup seperti seruling bambu, angklung, dan kentongan adalah beberapa contoh penggunaan ruas-ruas bambu dengan berbagai ukuran bagi kepentingan pemenuhan hasrat bermusik atau berkesenian orang Baduy. Pembuatan wayang dari anyaman bambu juga sering dijumpai di komunitas Baduy, dan banyak lagi. Perlengkapan kerja seperti caping (tudung) yang biasa digunakan bekerja di ladang di tengah terik matahari terbuat dari bambu. Terdapat juga tikar bambu, atau sekedar anyaman bambu yang agak kasar, yang biasanya digunakan untuk menjemur ketela, kopi, kelapa, bahkan padi. Bakul berukuran kecil, sedang dan besar dibuat dari bambu. Bambu Timba adalah alat mengambil dan membawa air dari sungai atau pancuran hampir dimiliki di setiap rumah orang Baduy.
6)      Sistem Kekerabatan
    A. Kampung dan Ikatan Kekerabatan
Untuk melihat kekerabatan orang Baduy, lokasi tempat tinggal mereka dianggap penting. Lokasi permukiman itu menentukan pada kedudukan mana terletak seseorang sebagai keturunan para Batara. Selain itu, dapat pula dipahami berbagai sistem sosial lainnya seperti perkawinan, pola tempat tinggal sesudah kawin, penempatan rumah di kampung yang dapat memberikan gambaran tentang kekerabatan dan kedudukannya dalam masyarakat.
Hubungan antara sistem kekerabatan dan lokasi kampung dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: pertama tentang kampung tangtu; kedua, kampung panamping; dan ketiga pajaroan. Tentang hal itu, ekpresi orang Baduy menyatakan bahwa seluruh wilayah Desa Kanekes adalah tangtu teulu jaro tujuh. Artinya, bahwa wilayah Kanekes seluruh penduduknya merupakan satu kerabat yang berasal dari satu nenek moyang, kalau pun ada perbedaan terletak pada tua dan muda dari sisi generasi.
Dalam kekerabatan orang Baduy, Cikeusik dianggap yang tertua, Cikertawana yang menengah dan Cibeo yang termuda. Oleh karena itu, Puun Cikeusik lah yang mengurus kunjungan tahunan ke Sasaka Domas tempat yang disucikan oleh orang Baduy. Kerabat yang lebih muda cukup dengan mengikuti yang tertua. Demikian juga halnya dengan pembagian kombala, berupa tanah putih dan lumut yang dibawa dari tempat itu, mengikuti ketentuan kerabat tua dan muda.
Namun demikian, untuk memudahkan pembahasan kekerabatan, istilah kekerabatan atau kinship dalam tulisan ini mengacu pada sejumlah status (posisi atau kedudukan sosial), dan saling hubungan antarstatus sesuai dengan prinsip-prinsip budaya yang berlaku terutama digunakan untuk: (1) menarik garis pemisah antara kaum-kerabat (kin) dan bukan kaum-kerabat (non-kin); (2) menentukan hubungan kekerabatan seseorang dengan yang lain secara tepat; (3) mengukur jauh/dekatnya hubungan kekerabatan seseorang dengan yang lain; dan (4) menentukan bagaimana seseorang harus berperilaku terhadap seseorang yang lain sesuai dengan aturan-aturan kekerabatan yang disepakati bersama.
Prinsip kekerabatan tersebut, mengungkapkan bahwa kekerabatan Orang Baduy tidak menyimpang dari model klasik untuk beberapa masyarakat Indonesia Timur. Namun, ada beberapa perubahan yang terjadi disebabkan oleh isolasi yang dilakukan Orang Baduy sendiri.
B.  Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan pada masyarakat baduy adalah sistem perkawinan Monogami. Seorang laki-laki baduy tidak boleh beristri lebih dari seorang dan perkawinan Poligami merupakan suatu hal yang “buyut” (tabu). Sistem perkawinan Monogami itu sejalan dengan Azas Perkawinan kita diatur dalam Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sehingga adat istiadat perkawinan masyarakat baduy yangbersifat Monogami ini perlu dibina dan dilestarikan.
Perkawinan anak laki-laki yang pertama (kakak) dari suatu garis keturunan dengan anak perempuan yang terakhir (adik) dari garis keturunan yang lain. Kemudian hal yang dianggap penting dalam kaitan dengan ketentuan itu adalah adik tidak boleh melangsungkan perkawinan sebelum kakaknya melangsungkan perkawinan (ngarunghal). Dalam prakteknya pada Orang Baduy tidak terdapat perbedaan antara sepupu persamaan (paralel-cousins) dan antarsepupu (cross-cousins) sehingga ada kecenderungan dalam perkawinan itu terjadi dalam keluarga yang paling dekat, dapat terjadi sampai dengan sepupu tingkat keempat. Atau, istilah Orang Baduy menyebut dengan baraya.

7)      Ilmu Pengetahuan
Hubungan antara orang baduy Dalam dengan orang baduy Luar selain diikat oleh hubungan adat, juga hubungan yang bersifat formal. Orang baduy Luarlah yang menjadi penghubung masyarakat baduy dengan masyarakat luar. Dengan demikian daerah baduy luar merupakan daerah penyaring berbagai pengaruh dari luar sebelum masuk ke baduy Dalam dan hal ini terlihat dimana semua orang asing tidak boleh masuk ke wilayah baduy Dalam, mereka hanya diperbolehkan sampai di wilayah baduy Luar saja. Untuk kepentingan hubungan dengan luar, termasuk hubungan dengan urusan pemerintahan formal, maka orang baduy Luarlah yang ditunjuk untuk dijadikan Kepala Desa.
Didalam Adat istiadat masyarakat baduy terdapat beberapa pantangan/tabu (buyut) untuk berbuat atau melakukan sesuatu. Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu mengatur hubungan-hubungan perilaku orang baduy baik secara perorangan, hubungan dengan kelompok masyarakatnya maupun dengan lingkungan alamnya yang dianggap sebagai tanah titipan dari nenek moyangnya.
Pesan nenek moyang yang dititipkan kepada Puun (Ketua Adat) harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua orang baduy, sebab pelanggaran terhadap pantangan/tabu (buyut) atas pesan tersebut dapat mengakibatkan berbagai hal yang merugikan. Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu merupakan pedoman tingkah laku dan pedoman hidup yang tercakup dalam ungkapan yang walaupun tidak tertulis, tetapi ditaati dan dapat dijelmakan dalam perilaku sehari-hari setiap orangbaduy, baik diantara mereka sendiri maupun bila berhubungan dengan orang luar masyarakatnya. Ketaatan orang baduy akan adat dari nenek moyangnya itu dimanifasikan dalam ungkapan teu wasa.

B.  Suku Baduy memiliki Budaya Fenomenal
Masyarakat baduy mempunyai adat istiadat yang menjadi pegangan hidup bagi masyarakat baduy. Adat masyarakat baduy, terutama baduy Dalam, berupa hukum-hukum adat yang bersifat mengikat. Segala hal yang dilarang adat, walau tidak secara tertulis, tidak dapat ditentang. Pelanggaran terhadap aturan-aturan adat itu dipercaya akan membawa bencana. Masyarakat menolak pembangunan puskesmas di baduy karena mereka punya cara pengobatan tersendiri sejak dulu. Penolakan serupa juga dilontarkan ketika mereka ditawari sistem pertanian baruyangyang dapat menghasilkan panen dua kali setahun. Warga baduy telah mempunyai sistem dan cara pertanian sendiri. Dengan sistem pertanian yang menghasilkan panen satu kali dalam setahun, mereka percaya mampu memanen gabah yang baik dan tahan disimpan di lumbung hingga 100 tahun. Sehingga di masyarakat baduy tidak pernah mengalami kelaparan ataupun busung lapar. Kalau pertanian dipaksakan menggunakan pupuk supaya bisa panen dua kali setahun, kualitas padinya malah jadi menurun. Masyarakat baduy, khususnya baduy Dalam, menggantungkan hidupnya pada pertanian tradisional. Mereka menanam padi dan palawija di ladang tadah hujan (huma). Sesuai adat, pengolahan pertaniannya tidak boleh menggunakan alat-alat berat, seperti cangkul dan bajak. Mereka juga tidak diperbolehkan membelokkan air untuk pengairan huma. Padi yang dipanen selama satu tahun sekali ini disimpan dalam lumbung (leuit). Padi yang disimpan dalam lumbung khas baduy bisa bertahan hingga puluhan tahun. Padi tersebut, sesuai adat, tidak boleh dijual.

BAB III
PENUTUP
3.1   Kesimpulan
Ø  Manusia sebagai mahluk individu artinya manusia merupakan satu kesatuan antara jasmani dan rohani. Seseorang dikatakan sebagai individu apabila kedua unsur tersebut menyatu dalam dirinya.
Ø  Selain sebagai makhluk individu juga, manusia adalah makhluk sosial. Salah satunya dikarenakan pada diri manusia ada dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain yang satu sama lain saling membutuhkan. Untuk menjadi pribadi yang bermakhluk sosial setiap individu dihadapkan dengan sosialisasi, yaitu suatu proses  dimana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam masyarakat.
Ø  Adapun yang dimaksud masyarakat setempat atau komunitas berbeda dengan masyarakat. Masyarakat sifatnya lebih umum dan lebih luas, sedang masyarakat setempat lebih terbatas dan juga dibatasi oleh kawasan tertentu. Namun ditinjau dari aktivitas hubungannya dan persatuannya lebih erat pada masyarakat setempat dibandingkan dengan masyrakat.
Ø  Manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial selalu dihadapkan oleh dua kepentingan yaitu kepentingan individu dan sosial. Persoalan pengutamaan kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang yaitu pandangan individualisme dan pandangan sosialisme. Sebetulnya kedua kepentingan tersebut tidak dapat dipisahkan dan bukanlah pilihan.
Ø  Suku Baduy merupakan salah satu suku pendalaman di Indonesia, walaupun mereka tidak seperti kebanyakan masyarakat Indonesia yang lain, tetapi mereka tetap memiliki sikap sosialisasi yang tinggi hingga sangat terlihat sekali bahwa mereka saling bergantung satu dengan yang lainnya dan saling membutuhkan (mahluk sosial).


3.2   Saran
Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis merumuskan saran sebagai berikut.

Sebagai manusia yang tidak luput dari kekurangan, sudah sepatutnya kita menghargai satu dengan yang lainnya. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam keadaan apapun manusia pasti membutuhkan bantuan dari yang lainnya baik berupa benda mati ataupun hidup. Menghargai perbedaan sangatlah penting. Setiap suku atau daerah pasti memiliki kebudayaan dan adat istiadatnya masing-masing. Setiap suku, bahasa, budaya dan keanekaragaman di Indonesia merupakan bagian dari kekayaan bangsa Indonesia. Jadi, sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah seharusnya kita saling menghormati, menjaga kerukunan dan persaudaraan dan tetap mempunyai jiwa persatuan yang kuat seperti yang tercantum dalam semboyan bangsa kita Bhineka Tunggal Ika.


































DAFTAR PUSTAKA




http://manusiabudaya.blogspot.com/2012/03/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan- makhluk-sosal
Permana, C.E. (2001). Kesetaraan gender dalam adat inti jagat Baduy, Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
Garna, Y. (1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia, Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4. Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
             http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes