MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
“MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK SOSIAL”
Disusun oleh :
Rahma Dea Lestari (5541551)
Kelas :
1IA02
Universitas Gunadarma
Daftar isi
Daftar Isi
...........................................................................................................................1
Kata Pengantar .................................................................................................................2
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................................................3
1.1 Latar
Belakang
1.2 Rumusan
Masalah
1.3 Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN..................................................................................................................4
2.1.
Manusia sebagai Makhluk Individu dan Makhluk Sosial
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu
b. Manusia sebagai Makhluk Sosial..........................................................................5
2.2. Interaksi
Sosial dan Sosialisasi dalam Kehidupan Manusia sebagai Makhluk
individu dan Makhluk
Sosial............................................................................................................6
a. Interaksi Sosial
b. Bentuk Interaksi Sosial ...........................................................................................7
c. Sosialisasi.........................................................................................................8
d. Bentuk dan Pola Sosialisasi.................................................................................9
2.3.
Masyarakat dan Komunitas.................................................................................10
a. Masyarakat
b. komunitas
2.4
Dilema antara Kepentingan Individu dan Kepentingan Sosial..................................11
a. Pandangan Individualisme
b. Pandangan Sosialisme......................................................................................12
2.5 manusia dan kebudayaannya...............................................................................14
2.5.1 kebudayaan pada suku Baduy..................................................................................15
A.Kebudayaan
Suku Baduy................................................................................................16
B.
Suku Baduy memiliki Budaya Fenomenal.....................................................................21
BAB III
PENUTUP.........................................................................................................................22
PENUTUP.........................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................22
3.2 Saran........................................................................................................................23
DAFTAR
PUSTAKA...........................................................................................................24
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya
panjatkan kehadirat tuhan yang maha esa. Atas rahmat dan hidayahnya saya telah
berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul Manusia sebagai Makhluk Sosial.
Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas mata kuliah ilmu Sosial dasar.
Saya mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini
secara langsung maupun tidak langsung sehingga makalah ini dapat diselesaikan
dengan sebaik-baiknya.
Saya menyadari bahwa
masih ada kekurangan dari Penulisan Makalah yang saya buat, maka dari itu
kritik dan saran saya butuhkan untuk memperbaiki makalah yang saya buat sehingga
menjadi lebih baik.
Semoga makalah ini bisa memberikan manfaat bagi saya
dan pembaca.
Depok, 6 Desember 2015
Penulis,
Rahma
Dea Lestari
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Manusia diciptakan oleh tuhan dengan segala
keterbatasannya, akan tetapi manusia dikaruniai akal pikiran yang dapat
digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Manusia tidak dapat hidup sendiri,
melainkan memerlukan bantuan orang lain, karena manusia merupakan makhluk
social yang bergantung akan manusia lainnya ketika dalam menjalankan kehidupan
pada suatu masyarakat.
Pada dasarnya manusia adalah sebagai
makhluk individu yang unik, berbeda antara yang satu dengan lainnya. Secara
individu juga, manusia ingin memenuhi kebutuhannya masing-masing, ingin
merealisasikan diri atau ingin dan mampu mengembangkan potensi-potensinya
masing-masing. Hal ini merupakan gambaran bahwa setiap individu akan berusaha
untuk menemukan jati dirinya masing-masing, tidak ada manusia yang ingin
menjadi orang lain sehingga dia akan selalu sadar akan keindividualitasannya.
Adapun hubungannya dengan manusia sebagai
mahluk sosial adalah bahwa dalam mengembangkan potensinya ini tidak akan
terjadi secara alamiah dengan sendirinya, tetapi membutuhkan bantuan dan
bimbingan manusia lain. Selain itu, dalam kenyataannya, tidak ada manusia yang
mampu hidup tanpa adanya bantuan orang lain. Hal ini menunjukan bahwa manusia
hidup saling ketergantungan dan saling membutuhkan antara yang satu dengan yang
lainnya.
Dari
kedua hal diatas, manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial memiliki
fungsi masing-masing dalam menjalankan peranannya dalam kehidupan. Sebagai
makhluk individu manusia merupakan bagian dan unit terkecil dari
kehidupan sosial atau masyarakat dan sebaliknya sebagai makhluk sosial yang
membentuk suatu kehidupan masyarakat, manusia merupakan kumpulan dari berbagai
individu. Dalam menjalankan peranannya masing-masing dari kedua hal tersebut
secara seimbang, maka setiap individu harus mengetahui dari peranannya
masing-masing tersebut.
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas,
penulis merumuskan rumusan masalah sebagai berikut.
1.
Apa yang dimaksud
dengan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial?
2.
Bagaimana interaksi
sosial dan sosialisasi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial ?
3.
Bagaimana perbedaan
antara masyarakat dan komunitas?
4.
Bagaimana dilema
antara kepentingan individu dan kepentingan sosial?
5.
Bagaimana hubungan manusia
dengan budayanya?
6.
bagaimana contoh kasus
hubungan manusia dengan budayanya di indonesia?
1.3 Tujuan
Sejalan dengan rumusan masalah diatas,
makalah ini disusun dengan tujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1.
Hakikat manusia
sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
2.
Interaksi sosial dan
sosialisasi dalam kehidupan manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial.
3.
Masyarakat dan
komunitas.
4.
Dilema antara
kepentingan individu dan kepentingan sosial.
5.
Manusia dengan
budayanya.
6.
Mengetahui kebudayaan
suku Baduy.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Manusia sebagai Makhluk Individu dan
Makhluk Sosial
Manusia
adalah makhluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat
mencapai apa yang diinginkan dengan dirinya sendiri. Karena manusia menjalankan
peranannya dengan menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan pemikiran dan
perasaanya. Manusia tidak dapat menyadari individualitas, kecuali melalui
medium kehidupan sosial.
Esensi manusia sebagai makhluk sosial pada
dasarnya adalah kesadaran manusia tentang status dan posisi dirinya adalah
kehidupan bersama, serta bagaimana tanggungjawab dan kewajibannya di dalam
kebersamaan.
a. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Individu berasal dari kata in dan devided.
Dalam Bahasa Inggris in salah satunya mengandung
pengertian tidak, sedangkan devided artinya
terbagi. Jadi individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa
latin individu berasal dari kata individium yang berarti yang
tak terbagi, jadi merupakan suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan
suatu kesatuan yang paling kecil dan tak terbatas.
Manusia sebagai makhluk individu memiliki
unsur jasmani dan rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa.
Seseorang dikatakan sebagai manusia individu manakala unsur-unsur tersebut
menyatu dalam dirinya. Jika unsur tersebut sudah tidak menyatu lagi maka
seseorang tidak disebut sebagai individu. Dalam diri individi ada unsur jasmani
dan rohaninya, atau ada unsur fisik dan psikisnya, atau ada unsur raga dan
jiwanya.
Setiap manusia memiliki keunikan dan ciri
khas tersendiri, tidak ada manusia yang sama persis. Dari sekian banyak
manusia, ternyata masing-masing memiliki keunikan tersendiri. Seorang individu
adalah perpaduan antara faktor fenotip dan genotip. Faktor genotip adalah faktor
yang dibawa individu sejak lahir, ia merupakan faktor keturunan, dibawa
individu sejak lahir. Jika seseorang individu memiliki ciri fisik atau karakter
sifat yang dibawa sejak lahir, ia juga memiliki ciri fisik dan karakter atau
sifat yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan (faktor fenotip). Faktor
lingkungan (fenotip) ikut berperan dalam pembentukan karakteristik yang khas
dari seseorang. Istilah lingkungan merujuk pada lingkungan fisik dan lingkungan
sosial. Ligkungan fisik seperti kondisi alam sekitarnya. Lingkungan sosial,
merujuk pada lingkungan di mana eorang individu melakukan interaksi sosial.
Kita melakukan interaksi sosial dengan anggota keluarga, dengan teman, dan
kelompok sosial yang lebih besar.
Karakteristik yang khas dari seeorang
dapat kita sebut dengan kepribadian. Setiap orang memiliki kepribadian yang
berbeda-beda yang dipengaruhi oleh faktor bawaan genotip)dan faktor lingkungan
(fenotip) yang saling berinteraksi terus-menerus.
Menurut Nursid Sumaatmadja (2000),
kepribadian adalah keseluruhan perilaku individu yang merupakan hasil interaksi
antara potensi-potensi bio-psiko-fiskal (fisik dan psikis) yang terbawa sejak
lahir dengan rangkaian situasi lingkungan, yang terungkap pada tindakan dan
perbuatan serta reaksi mental psikologisnya, jika mendapat rangsangan dari
lingkungan. Dia menyimpulkan bahwa faktor lingkungan (fenotip) ikut berperan
dalam pembentukan karakteristik yang khas dari seeorang.
b. Manusia sebagai Makhluk Sosial
Menurut kodratnya manusia selain sebagai
makhluk individu, mereka juga merupakan makhluk sosial. Adapun yang dimaksud
dengan Istilah sosial adalah ”Sosial”
berasal dari akar kata bahasa Latin Socius,
yang artinya berkawan atau masyarakat. Sosial memiliki arti umum yaitu
kemasyarakatan dan dalam arti sempit mendahulukan kepentingan bersama atau
masyarakat. Adapun dalam hal ini yang dimaksud manusia sebagai makhluk sosial
adalah makhluk yang hidup bermasyarakat, dan pada dasarnya setiap hidup
individu tidak dapat lepas dari manusia lain. Dalam hubungannya dengan manusia
sebagai makhluk sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya.
Dorongan masyarakat yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya
dalam berbagai bentuk, karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu
bermasyarakat dalam kehidupannya.Seperti kita ketahui bahwa sejak bayi lahir
sampai usia tertentu manusia adalah mahkluk yang tidak berdaya, tanpa bantuan
orang orang disekitar iatidak dapat berbuat apa-apa dan untuk segala
kebutuhan hidup bayi sangat tergantung pada luar dirinya seperti orang tuanya
khususnya ibunya. Bagi si bayi keluarga merupakan segitiga abadi yang menjadi
kelompok sosial pertama dikenalnya. Pada perjalanan hidup yang
selanjutnya keluarga akan tetap menjadi kelompok pertama tempat meletakan dasar
kepribadian dan proses pendewasaan yang didalamnya selalu terjadi
“sosialisi” untuk menjadi manusia yang mengetahui pengetahuan dasar,
nilai-nilai, norma sosial dan etika-etika pergaulan.
Manusia dapat di katakan makluk sosial
karena pada dirinya terdapat dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi
dengan orang lain, dimana terdapat kebutuhan untuk mencari berteman dengan
orang lain yang sering di dasari atas kesamaan ciri atau kepentingan
masing-masing. Manusia juga tidak akan bisa hidup sebagai manusia kalau tidak hidup
di tengah-tengah manusia. Tanpa bantuan manusia lainnya, manusia
tidak mungkin bisa berjalan dengan tegak. Dengan bantuan orang lain, manusia
bisa menggunakan tangan, bisa berkomunikasi atau bicara, dan bisa mengembangkan
seluruh potensi kemanusiaannya. Makhluk sosial adalah makluk yang terdapat
dalam beragam aktivitas dan lingkungan sosial.
2.2. Interaksi Sosial dan Sosialisasi
dalam Kehidupan Manusia sebagai Makhluk individu dan Makhluk
Sosial
Manusia sebagai mahkluk sosial dalam
kehidupan sehari-harinya pasti membutuhkan orang lain. Proses interaksi dan
sosialisasi selalu terjadi kapan dan dimanapun manusia itu berada. Dalam hal
ini bentuk interaksi sosial sangat bermacam-macam.Pola sosialisasi pun ada
bermacam-macam.Untuk lebih jelasnya uraian mengenai interaksi sosial dan
sosialisasi adalah sebagai berikut.
a.
Interaksi Sosial
Manusia dikenal sebagai makhluk individu
dan makhluk sosial.Dikatakan makhluk sosial karena manusia sebagai individu
saling membutuhkan dan saling berinteraksi dengan manusia atau individu
lainnya. Oleh sebab itu manusia sebagai makhluk sosial sangat membutuhkan orang
lain pada hidupnya untuk saling memberi, menolong, dan melengkapi satu sama
lain.
Adapun pengertian interaksi sosial menurut
Effendi (2010:46) adalah kata
interaksi berasal dari kata inter dan action. Interaksi sosial adalah hubungan
timbal balik saling mempengaruhi antar individu, kelompok social, dan
masyarakat. Dalam hal ini berarti bahwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya
tidak lepas dari hubungan dengan manusia lainnya.Interaksi juga berarti bahwa
setiap manusia saling berkomunikasi dan mempengaruhi bisa dalam pikiran maupun
tindakan.
Menurut Gillin dan Gillin (Effendi, 2010:46) menyatakan bahwa interaksi
sosia adalah hubungan-hubungan antara orang-orang secara individu, antar
kelompok, orang, dan orang perorangan dengan kelompok. Dalam hal ini interaksi sosial
bisa dilakukan oleh orang perorangan, bisa oleh kelompok, juga bisa perorangan
dengan kelompok.
Interaksi sosial dimulai dari hal yang terkecil
yaitu saling menegur, menyapa, berjabat tangan, saling berbicara dan lain-lain.
Bahkan dalam pertengkaran atau perkelahianpun termasuk interaksi sosial.
Faktor yang pertama adalah Imitasi, imitasi merupakan
proses peniruan. Kita sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan orang lain
termasuk dalam hal meniru perilaku orang lain yang positif bagi kita. Peniruan
sudah dilakukan pada rentan anak usia dini. Anak usia dini merupakan peniru
yang ulung, maka dari itu sikap dan perilaku setiap orang dewasa perlu dijaga
dan diperhatikan agar peniruan yang dilakukan anak usia dini bersifat positif.
Pada proses peniruan ini mudah berubah-ubah karena perkembangan teknologi
didunia ini berlangsung secara global dan sangat cepat.
Yang kedua yaitu Sugesti, sugesti adalah suatu proses dimana seorang individu
menerima pendapat atau pandangan dari orang lain tanpa adanya kritik terlebih
dahulu. Sugesti merupakan pengaruh psikis yang datang dari dirinya sendiri
maupun orang lain. Orang akan mudah menerima sugesti dari orang lain ketika
seseorang sedang ada pada kondisi yang dilematis. Dalam hubungan interaksi
sosial, arti Imitasi dan sugesti hampir sama perbedaannya adalah dalam
imitasi seseorang mengikuti atau meniru orang lain, sedangkan pada sugesti
seseorang memberikan pandangan atau pendapat menurut dirinya dan diterima oleh
orang lain.
Yang ketiga yaitu Identifikasi, dalam psikologis identifikasi berarti dorongan
untuk menjadi identik atau dorongan untuk menjadi sama dengan orang lain, baik
secara lahir maupun batin.
Faktor yang keempat yaitu Simpati, simpati yaitu perasaaan
yang timbul pada orang lain atas dasar penilaian menurut perasaan didalam
dirinya.
b. Bentuk Interaksi
Sosial
Ada beberapa bentuk interaksi sosial yaitu:
ü
Kerjasama
(cooperation),
ü
Persaingan
(competition), dan
ü
Pertentangan
(conflict).
Menurut Gillin dan Gillin bentuk kerjasama dibagi dalam dua proses yang
didalamnya terdapat bentuk bentuk khusus. Yang pertama yaitu proses
Asosiatif terdiri dari 2 bentuk khusus yaitu akomodasi dan asimilasi.
Yang kedua yaitu proses Disosiatif, disosiatif terdiri dari tiga bentuk
khusus yaitu Persaingan (competition),
Kontravnersi (contravention), dan Pertentangan
(conflict).
1. Bentuk Interaksi
Asosiatif
a. Kerjasama
(cooperation)
Kerjasama merupakan salah satu
bentuk interaksi sosial yang sering terjadi dimasyarakat pada umumnya.
Kerjasama menggambarkan sebagian besar bentuk interaksi sosial. Dan setiap
bentuk interaksi sosial dapat ditemukan pada setiap kelompok manusia. Kerjasama
timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya atau kelompok
yang lainnya.
Ada tiga bentuk kerjasama yang biasa dilaksanakan
yaitu:
ü
Bargaining, yaitu pelaksanaan kerjasama
atau perjanjian antara dua organisasi atau lebih mengenai pertukaran barang dan
jasa.
ü
Cooperation, yaitu penerimaan unsur baru
dalam kepemimpinan atau dalam pelaksanaan politik dalam suatu organisasi,
sebagai salah satu cara untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas
organisasi tersebut.
ü
Coalition, yaitu kombinasi antar dua
organisasi atau lebih yang mempunyai pandangan dan tujuan yang sama.
b. Akomodasi
(accomodation)
Dalam interaksi sosial, istilah akomodasi
berarti suatu kenyataan adanya keseimbangan dalam interaksi orang perorangan
dan kelompok manusia sehubungan dengan nilai dan norma yang berlaku
dimasyarakat.
Ada beberapa bentuk akomodasi, diantaranya:
ü
Coertion adalah
bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya suatu paksaan.
ü
Compromise adalah
salah satu bentukakomodasi dimana pihak yang terlibat perselisihan mengurangi
tuntutannya agar tercapai suatu penyelesaian terhadap perselisihan tersebut.
ü
Arbitration adalah
suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berselisih tidak sanggup
untuk mencapainya sendiri.
ü
Mediation cara
untuk mencapai penyelesaina dalam perselisihan dengan cara menghadirkan orang
ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.
ü
Concilitation adalah
usaha untuk mengabulkan atau mempertemukan keinginan pihak yang berselisih agar
tercapainya suatu persetujuan bersama.
ü
Tolerantion adalah
bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formal. Contohnya toleransi dalam
beribadah.
ü
Stelemate adalah
suatu akomodasi dimana pihak pihak yang berkepentingan mempunyai yang seimbang,
berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.
ü
Adjudication adalah
perselisihan perkara atau sengketa dipengadilan.
2. Bentuk Interaksi Disosiatif
1. Persaingan (competition)
Persaingan merupakan bentuk interaksi
sosial yang dilakukan oleh individu atau kelompok untuk memperoleh keuntungan
tertentu baik bagi dirinya maupun kelompoknya dengan cara menarik perhatian
atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekersan.
2. Kontravensi
(contravention)
Kontraversi adalah rperasaaan yang
menggejolak yang ada pada diri seseorang yag ditandai oleh adanya
ketidakpastian dalam diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan
kebencian terhadap orang lain. Tapi gejala-gejala tersebut tidak sampai
menimbulkan pertentangan atau pertikaian.
3. Pertentangan
(conflict)
Pertentangan merupakan suatu bentuk
interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha utuk mencapai tujuannya
dengan cara menentang pihak yang lain atau pihak yang menghalangi dengan
ancaman atau tindak kekerasan.
c. Sosialisasi
Sosialisasi sangat erat kaitannya terhadap
manusia sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial kita harus senantiasa
hidup bersosial dengan orang lain agar dapat saling membantu, melengkapi, dan
mencapai tujuan hidup kita. Menurut Berger
(Effendi, 2010:49) mendefinisika sosialisasi sebagai “a process by which a child learns to be a participant member of society”
yaitu suatu proses dimana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang
berpartisipasi dalam masyarakat. Dalam hal ini jelas dikatakan bahwa proses
sosialisasi dimulai dari sejak anak usia dini hingga usia seseorang berakhir.
Proses sosialisasi terus dilakukan selama kita masih hidup dan masih
membutuhkan orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa sosialisasi
adalah proses dimana seseorang dapat berinteraksi dan berpartisipasi dengan
masyarakat yang ada disekitarnya.
Setiap makhluk hidup pasti sangat
membutuhkan proses sosialisasi, baik itu dimulai dari anak usia dini sampai
dewasa bahkan sosialisasi berjalan seumur hidup.apa yang terjadi jika sejak
usia dini anak tidak mengalami sosialisasi pasti anak tidak akan menjadi
manusia seutuhnya, karena kemampuan seseorang untuk berperan sebagai anggota
masyarakat sangat tergantung pada proses sosialisasi. Ketika seseorang tidak
mengalami sosialisasi maka yang terjadi adalah orang itu tidak dapat
berinteraksi dengan orang lain. Contohnya banyak ditemuakan anak anak yang
terlantar dihutan dan dibesarkan oleh hewan atau yang disekap oleh orang tuanya
sejak kecil. Mereka tidak bisa bersosialisasi dengan baik. Mereka cenderung
bagaimana berprilaku seperti hewan, mereka tidak dapat berbicara, tidak dapat
berpakaian bahkan tidak dapat tertawa atau menangis. Ketika anak-anak itu
diselamatkan dan diberi terapi seperti manusia umumnya, mereka mungkin bisa
menerima sedikit demi sedikit perubahan pada diri mereka untuk menjadi manusia
seutuhnya namun kemampuan mereka tidak akan mampu menyamai kemampuan anak lain
yang sebaya dengannya, karena kemampuan kemampuan tertentu hanya dapat
diajarkan pada periode tertentu dikehidupan anak. Bila proses sosialisasinya
terlambat, maka proses tersebut tidak akan berhasil atau hanya berhasil untuk
sebagian kecil saja. Mereka juga tidak akan menjadi manusia seutuhnya karena
mereka tidak pernah tersosialisasi secara wajar dan mereka cenderung meninggal
dengan usia muda.
Sosialisasi dilakukan oleh semua individu
yang bersosial. Ada beberapa pihak yang membantu melaksanakan sosialisasi yaitu
keluarga, kelompok bermain media massa dan sistem pendidikan. Peran agen utama
yaitu orangtua merupakan peran penting bagi anak untuk bersosialisasi. Orang
tua merupaka awal dimana kita melakukan interaksi dengan dunia pertama kita.
Keluarga merupakan pendidik yang pertama dan yang paling utama dalam hal
pertumbuhan dan perkembangan anak begitupun dengan perkembangan sosialisasi
mereka. Maka orang tua hendaknya mengoptimalkan proses sosialisasi pertama
untuk anak. Kelompok bermain juga tidak kalah pentingnya dengan orang tua.
Melalui kelompok bermain anak mulai bisa belajar bersosialisasi secara umum.
Bagaimana ia berinteraksi dengan teman sebayanya, bagaimana ia menyelesaikan
suatu permasalahan dalam berinteraksi dengan temannya dan juga bagaimana ia
bisa memilih teman yang sejalan dengannya. Agen yang ketiga yaitu media massa.
Media masa sangat erat kaitannya dengan teknologi yang makin maju dan
berkembang. Media masa pun sangat penting untuk sosialisasi dengan hal-hal yang
terjadi disekitar kita.
d. Bentuk
dan Pola Sosialisasi
·
Bentuk-bentuk
sosialisasi
sosialisasi merupakan salah satu bentuk
manusia dalam mempertahankan interaksi dengan lingkungannya. Proses ini
berlangsung sepanjang hidup manusia.
Bentuk sosialisasi dibedakan menjadi dua
yaitu sosialisasi primer dan sekunder. Sosialisasi primer adalah sosialisasi
pertama yang dilakukan oleh seluruh individu sejak ia kecil. Sosialisasi primer
tidak ada proses identifikasi dan pada masa inilah dumia pertama anak
terbentuk. Sosialisasi primer berakhir ketika konsep tentang orang lain pada
umumnya telah terbentuk dan tertanam dalam kesadaran individu. Pada titik ini
ia merupakan anggaota efektif masyarakat.
·
Pola sosialisasi
Pada dasarnya ada dua pola sosialisasi,
yaitu pola represi (kekerasan/hukuman)
dan pola partisipasi. Sosialisasi
menggunakan pola represi menekankan pada penggunaan hukuman atau kekerasan
apabila terdapat dan melakukan kesalahan. Adapun ciri-ciri lain dalam
penggunaan proses represi yaitu penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan,
penekanan terhadap orang tua, penekanan terhadap komunikasi satu arah non
verbal dan berisi perintah, sosialisasi terhadap orang tua dan keinginan
orangtua dan lain-lain.
Sosialisasi secara partisipasi merupakan
pola yang didalamnya anak diberi imbalan ketika ia berlaku baik , hukuman dan
imbalan berupa simbol, anak diberi kebebasan, komunikasi bersifat lisan, anak
menjadi pusat sosialisasi, kebutuhan dianggap sangat penting dan lain
sebagainya.
2.3. Masyarakat dan Komunitas
Dalam kehidupan sebagai makluk individu
dan sosial, manusia selalu berhubungan dan tidak dapat lepas dengan
masyarakat dan komunitas. Sering kali penggunaan kedua istilah tersebut
tertukar dalam penggunaannya, padahal pada hakikatnya kedua istilah tersebut
tidaklah sama. Terdapat perbedaan mendasar antara kedua konsep tersebut, dan
untuk mengetahui lebih lanjut, berikut akan penulis sajikan beberapa devinisi
masyarakat dan komunitas menurut para ahli sebagai berikut.
a. Masyarakat
Krech,
Crutchfield, dan Ballachey (Effendi,2010:59)
mengemukakan devinisi masyarakat sebagai ”a
society is that it is an organized collectivity of interacting people whose
actives become centered around a set of common goals, and who tend to share
common beliefs, attitudes, and of action.” Dari devinisi tersebut dapat
ditarik kesimpulan unsur-unsur yanga ada dalam masyarakat adalah kolektivitas
interaksi manusia yang terorganisasi, kegiatannya yang terarah pada sejumlah
tujuan yang sama, memilikin kecenderungan untuk memiliki keyakinan, sikap, dan
bentuk tindakan yang sama. Dalam hal ini, interkasi dan tindakan itu tentu saja
interaksi serta tindakan sosial.
Menurut konsep di atas, karakteristik dari
masyarakat itu adalah adanya sekelompok manusia yang menunjukan perhatian
bersama secara mendasar, pemeliharaan kekekalan bersama, perwakilan menusia
menurut sejenisnya yang berhubungan satu sama lain secara berkesinambungan.
Dengan demikian, relasi manusia sebagai suatu bentuk masyarakat itu tidak terjadi
dalam waktu yang singkat, melainkan secara berkesinambungan dalam waktu yang
relatif cukup lama.
Dari beberapa devinisi di atas dapat
disimpulkan bahwa masyarakat merupakan kelompok atau kolektivitas manusia yang
melakukan hubungan, bersifat kekal, berlandaskan perhatian dan tujuan bersama,
serta melakukan jalinan secara berkesinambungan dalam waktu yang relatif lama
yang menempati kawasan tertentu.
b. Komunitas
Komunitas merupakan bagian kelompok dari
masyarakat dalam lingkup yang lebih kecil, serta ikatan kebersamaannya yang
kuat dan lebih terikat oleh tempat.
Adapun menurut Prof. Dr. Soerjono Soekanto (Effendi, 2010: 62) istilah community
dapat diterjemahkan sebgai masyarakat setempat, istilah ini menunjuk pada
warga-warga sebuah desa, sebuah kota, suku atau suatu bangsa. Apabila
anggota-anggota suatu kelompok hidup bersama sedemikian rupa sehingga mereka
merasakan bahwa kelompok tersebut dapat memenuhi kepentingan-kepentingan hidup
yang utama, maka kelompok tadi dapat disebut masyarakat setempat. Intinya
mereka menjalin hubungan sosial.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa
masyarakat setempat adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai
oleh suatu derajat hubungan social yang tertentu. Jadi dasar-dasar dari
masyarakat setempat adalah lokalitas atau wilayah, perasaan sepenanggungan dan
hubungan sosial tertentu yang merupakan perasaan saling ketergantungan .
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan
bahwa devinisi masyarakat dengan masyarakat setempat/komunitas. Definisi
masyarakat sifatnya lebih umum dan lebih luas, sedangkan definisi masyarakat
setempat lebih terbatas dan juga dibatasi oleh area kawasan serta sejumlah
warganya. Ditinjau dari aktivitas hubungannya dan persatuan lebih erat
masyarakat setempat dibandingkan dengan masyarakat.
Lebih lanjut dalam kehidupan masyarakat, Ferdinand Tonnies (Effendi, 2010: 65)
mengemukakan pembagian masyarakat dengan sebutan masyarakat gemainchaft dan geselshaft. Masyarakat gemainchaft
atau disebut juga paguyuban
adalah kelompok masyarakat dimana anggotanya sangat terikat secara emosional
dengan yang lainnya dan biasanya cenderung sebagai refleksi masyarakat
pedesaan. Sedangkan masyarakat geselshaft
atau patembeyan ikatan-ikatan
diantara anggota anggotanya kurang kuat dan bersifat rasional, biasanya
cenderung sebagai refleksi masyarakat perkotaan.
2.4 Dilema antara Kepentingan Individu dan Kepentingan
Sosial
Manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial selalu terdiri dari dua kepentingan, yaitu ke pentingan individu
yang termasuk kepentingan keluarga, kelompok atau golongan dan kepentingan
masyarakat yang termasukke pentingan rakyat . Dalam diri manusia, kedua
kepentingan itu satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Apabila salah satu
kepentingan tersebut hilang dari diri manusia, akan terdapat satu manusia yang
tidak bisa membedakan suatu kepentingan, jika kepentingan individu yang hilang
dia menjadi lupa pada keluarganya, jika kepentingan masyarakat yang dihilangkan
dari diri manusia banyak timbul masalah kemasyarakatan contohnya korupsi.
Inilah yang menyebabkan kebingungan atau dilema manusia jika mereka tidak bisa
membagi kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. Persoalan pengutamaan
kepentingan individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang
berkembang menjadi paham/aliran bahkan ideologi yang dipegang oleh suatu
kelompok masyarakat. Adapun Ariska mengemukakan dua pandangan yaitu
pandangan individualisme dan pandangan sosialisme. Untuk mengetahui lebih lanjut,
berikut uraiannya.
a. Pandangan
Individualisme
Individualisme berpangkal dari konsep
bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk individu yang bebas. Paham ini
memandang manusia sebagai makhluk pribadi yang utuh dan lengkap terlepas dari
manusia yang lain. Pandangan individualisme berpendapat bahwa kepentingan
individulah yang harus diutamakan. Yang menjadi sentral individualisme adalah
kebebasan seorang individu untuk merealisasikan dirinya. Paham individualisme
menghasilkan ideologi liberalisme. Paham ini bisa disebut juga ideologi
individualisme liberal.
Paham individualisme liberal muncul di
Eropa Barat (bersama paham sosialisme) pada abad ke 18-19. Yang dipelopori oleh
Jeremy Betham, John Stuart Mill, Thomas Hobben, John Locke, Rousseau, dan
Montesquieu. Beberapa prinsip yang dikembangkan ideologi liberalisme adalah
sebagai berikut:
a. Penjaminan
hak milik perorangan. Menurut paham ini, pemilikan sepenuhnya berada pada
pribadi dan tidak berlaku hak milik berfungsi sosial, Mementingkan diri sendiri
atau kepentingan individu yang bersangkutan.
b. Pemberian
kebebasan penuh pada individu. Persaingan bebas untuk mencapai kepentingannya
masing-masing.Kebebasan dalam rangka pemenuhan kebutuhan diri bisa menimbulkan
persaingan dan dinamika kebebasan antar individu. Menurut paham liberalisme,
kebebasan antar individu tersebut bisa diatur melalui penerapan hukum. Jadi,
negara yang menjamin keadilan dan kepastian hukum mutlak diperlukan dalam
rangka mengelola kebebasan agar tetap menciptakan tertibnya penyelenggaraan hidup
bersama.
b. Pandangan
Sosialisme
Paham sosialisme ditokohi oleh Robert Owen dari Inggris (1771-1858), Lousi Blanc, dan Proudhon. Pandangan ini menyatakan bahwa kepentingan masyarakatlah
yang diutamakan. Kedudukan individu hanyalah objek dari masyarakat. Menurut
pandangan sosialis, hak-hak individu sebagai hak dasar hilang. Hak-hak individu
timbul karena keanggotaannya dalam suatu komunitas atau kelompok.
Sosialisme adalah paham yang mengharapkan
terbentuknya masyarakat yang adil, selaras, bebas, dan sejahtera bebas dari
penguasaan individu atas hak milik dan alat-alat produksi. Sosialisme muncul
dengan maksud kepentingan masyarakat secara keseluruhan terutama yang tersisih
oleh system liberalisme, mendapat keadilan, kebebasan, dan kesejahteraan. Untuk
meraih hal tersebut, sosialisme berpandangan bahwa hak-hak individu harus
diletakkan dalam kerangka kepentingan masyarakat yang lebih luas. Dalam
sosialisme yang radikal/ekstem (marxisme/komunisme) cara untuk meraih hal itu
adalah dengan menghilangkan hak pemilikan dan penguasaan alat-alat produksi
oleh perorangan. Paham marxisme/komunisme dipelopori oleh Karl
Marx (1818-1883).
Paham individualisme liberal dan
sosialisme saling bertolak belakang dalam memandang hakikat manusia. Dalam
Declaration of Independent Amerika Serikat 1776, orientasinya lebih ditekankan
pada hakikat manusia sebagai makhluk individu yang bebas merdeka, manusia
adalah pribadi yang memiliki harkat dan martabat yang luhur. Sedangkan dalam
Manifesto Komunisme Karl Marx dan Engels, orientasinya sangat menekankan pada
hakikat manusia sebagai makhluk sosial semata. Menurut paham ini manusia
sebagai makhluk pribadi yang tidak dihargai. Pribadi dikorbankan untuk
kepentingan negara.
Dari kedua paham tersebut terdapat
kelemahannya masing-masing. Individualisme liberal dapat menimbulkan
ketidakadilan, berbagai bentuk tindakan tidak manusiawi, imperialisme, dan
kolonialisme, liberalisme mungkin membawa manfaat bagi kehidupan politik,
tetapi tidak dalam lapangan ekonomi dan sosial. Sosialisme dalam bentuk
yang ekstrem, tidak menghargai manusia sebagai pribadi sehingga bisa
merendahkan sisi kemanusiaan. Dalam negara komunis mungkin terjadi kemakmuran,
tetapi kepuasan rohani manusia belum tentu terjamin.
Negara indonesia yang berfilsafahkan pancasila,
hakikat manusia dipandang memiliki sifat pribadi sekaligus sosial secara
seimbang. Menurut filsafat pancasila, manusia adalah makhluk individu sekaligus
makhluk sosial, yang secara hakikat bahwa kedudukan manusia sebagai makhluk
individu sekaligus makhluk sosial. Bangsa indonesia memiliki prinsip penempatan
kepentingan bersama diatas kepentingan pribadi dan golongan. Demi kepentingan
bersama tidak dengan mengorbankan hak-hak dasar setiap warga negara.
2.5 manusia dan
kebudayaannya
Manusia
pada hakikatnya tidak bisa terlepas dari sosialisasi dan kebudayaan. Kebudayaan
adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan
keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan
kelengkapan jasmaninya serta sumber- sumber alam yang adadisekitarnya.
Kebudayaan boleh dikatakan sebagai perwujudan tanggapan manusia terhadap
tantangan-tantangan yang dihadapi dalam proses penyesuaian diri mereka dengan
lingkungan.
Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan
manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan
menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi kerangka
landasan bagi mewujudkan dan mendorong terwujudnya kelakuan. Dalam definisi
ini, kebudayaan dilhat sebagai "mekanisme kontrol" bagi kelakuan dan
tindakan-tindakan manusia (Geertz, 1973a), atau sebagai "pola-pola bagi
kelakuan manusia" (Keesing & Keesing, 1971). Dengan demikian
kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, resep-resep,
rencana-rencana, dan strategi-strategi, yang terdiri atas serangkaian
model-model kognitif yang digunakan secara kolektif oleh manusia yang
memilikinya sesuai dengan lingkungan yang dihadapinya (Spradley, 1972).
Kebudayaan
merupakan pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya oleh yang
bersangkutan dan yang diselimuti serta menyelimuti perasaan-perasaan dan
emosi-emosi manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian sesuatu yang
baik dan yang buruk, sesuatu yang berharga atau tidak, sesuatu yang bersih atau
kotor, dan sebagainya. Hal ini bisa terjadi karena kebudayaan itu diselimuti
oleh nilai-nilai moral, yang sumber dari nilai-nilai moral tersebut adalah pada
pandangan hidup dan pada etos atau sistem etika yang dipunyai oleh setiap
manusia (Geertz, 1973b).
Kebudayaan
yang telah menjadi sistem pengetahuannya, secara terus menerus dan setiap saat
bila ada rangsangan, digunakan untuk dapat memahami dan menginterpretasi
berbagai gejala, peristiwa, dan benda-benda yang ada dalam lingkungannya
sehingga kebudayaan yang dipunyainya itu juga dipunyai oleh para warga
masyarakat di mana dia hidup. Karena, dalam kehidupan sosialnya dan dalam
kehidupan sosial warga masyarakat tersebut, selalu mewujudkan berbagai kelakuan
dan hasil kelakuan yang harus saling mereka pahami agar keteraturan sosial dan
kelangsungan hidup mereka sebagai makhluk sosial dapat tetap mereka
pertahankan. Contoh kasus yang akan kita bahas adalah kebudayaan pada suku
baduy.
2.5.1 kebudayaan pada suku Baduy
Suku Badui atau suku Kanekes adalah masyarakat asli di daerah Kabupaten Lebak, Banten. Meskipun tinggal di daerah yang cukup sentral di
Indonesia, suku ini menjalani kehidupannya dengan mengasingkan diri dan tidak
menerima modernisasi atau pembangunan yang berasal dari luar. Masyarakat Badui
lebih memilih hidup mandiri di sekitar pegunungan kendeng dengan bermata
pencaharian yang bersumber dari alam. Meski terisolir, masyarakat Badui hidup
dengan penuh kerukunan dan tolong menolong.
Suku
baduy memiliki populasi antara 6000 hingga 9000 orang. Suku baduy ini terbagi
menjadi 2 kelompok yaitu baduy dalam dan baduy luar. Perbedaan antara suku
baduy dalam dan suku baduy luar adalah suku baduy dalam hingga saat ini masih
mempertahankan budaya mereka yaitu dengan mengisolasi diri mereka dari pengaruh
dunia luar, sedangkan untuk suku baduy luar mereka cenderung lebih terbuka atau
tidak terlalu mengisolasi diri dari pengaruh dunia luar. Suku baduy luar masih
mau menerima budaya-budaya modern namun tidak semua budaya tersebut mereka
terima. Sedangkan untuk masyarakat suku baduy dalam tidak mau menerima
budaya yang datang dari luar daerahnya, mereka berpendapat bahwa budaya
tersebut dapat merusak budaya dari leluhurnya.
A.
Kebudayaan Suku Baduy
Suku baduy tidak mengenal strata
sosial apalagi kesenjangan sosial, mereka hidup secara gotong royong dan tidak
ada keserakahan yang terjadi diantara mereka. Banyak sekali larangan yang
diatur dalam hukum adat mereka. Seperti larangan anak –anak tidak boleh
bersekolah, tidak boleh memelihara ternak berkaki empat, tidak boleh bepergian
menggunakan kendaraan, tidak boleh menggunakan peralatan elektronik, tidak
boleh membangun rumah menggunakan paku dan besi, tidak boleh bersuami atau
beristri lebih dari satu. Dilarang keras memakai produk yang mengandung zat
kimia seperti sabun, pasta gigi, shampo, deterjen dan produk lain yang dapat
mencemari lingkungan.
Masyarakat baduy bagaikan sebuah negara yang
tatanan hidupnya diaturoleh hukum adat yang sangat kuat. Semua kewenangan yang
berlandaskan kebijaksanaan dan keadilan berada di tangan pimpinan tertinggi,
yaitu Puun. Puun bertugas sebagai pengendali hukum adat dan tatanan hidup
masyarakat yangdalam menjalankan tugasnya itu dibantu juga oleh beberapa tokoh
adat lainnya. Sebagian orang yang tidak tahan dengan segala aturan yang
ditetapkan hukum adat, keluar dari komunitas baduy (baduy Dalam) dan membentuk
komunitas baru yaitu baduy Luar, dengan aturan adat yang lebih longgar. Sebagai
tanda setia kepada Pemerintahan RI, setiap akhir tahun suku yang berjumlah
7.512 jiwa dan tersebar dalam 67 kampung ini mengadakan upacara Seba kepada
"Bapak Gede" (Panggilan Kepada Bupati Lebak) dan Camat Leuwidamar.
Dengan kebijakan pemerintah Kabupaten Lebak ingin membangun kawasan baduy dan
menjadikan baduy menjadi obyek wisata, bagi masyarakat baduy merupakan acaman
kelestarian nilai-nilai adat leluhur.
Masyarakat Baduy tidak mengenyam
bangku sekolah, karena mereka berpendapat bahwa pendidikan tersebut berlawanan
dengan adat-istiadat mereka Sehingga mereka menolak usulan pemerintah untuk
membangun fasilitas sekolah di desa mereka.
Suku Baduy dalam merupakan bagian
ataupun keseluruhan dari orang Kanekes. Tidak seperti Kanekes Luar, warga
Kanekes Dalam masih memegang teguh adat-istiadat nenek moyang mereka. Sebagian
peraturan yang dianut oleh suku Kanekes Dalam antara lain:
· Larangan
menggunakan alas kaki
· Larangan
menggunakan kendaraan sebagai sarana transportasi
· Pintu
rumah harus menghadap ke utara/selatan (kecuali rumah sang Pu'un atau
ketua adat)
· Tidak
diperbolehkan menggunakan alat elektronik ataupun Listrik. (teknologi)
· Menggunakan
kain berwarna hitam/putih sebagai pakaian yang ditenun dan dijahit sendiri
serta tidak diperbolehkan menggunakan pakaian modern.
Adapun beberapa alasan yang menyebabkan di keluarkannya warga
badui dalam menjadi warga baduy luar yaitu :
· Mereka
telah melanggar adat masyarakat Kanekes Dalam.
· Berkeinginan
untuk keluar dari Kanekes Dalam
· Menikah
dengan anggota Kanekes Luar
Kelompok masyarakat badui yang kedua
disebutpanamping atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy Luar, mereka
tinggal di berbagai tempat yang tersebar dan mengelilingi wilayah Suku Baduy
Dalam, seperti Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, dan lain
sebagainya. Masyarakat Suku Baduy Luar memiliki ciri khas khusus yaitu
mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar adalah
orang-orang yang telah keluar dari adat dan wilayah Suku Baduy dalam.
Adapun Ciri-ciri Masyarakat Baduy Luar antara lain sebagai
berikut:
· Mereka
telah mengenal teknologi, seperti peralatan elektronik, meskipun penggunaannya
tetap merupakan larangan untuk setiap warga Kanekes, termasuk warga Kanekes
Luar. Mereka menggunakan peralatan tersebut dengan cara sembunyi-sembunyi agar
tidak ketahuan pengawas dari Kanekes Dalam.
· Proses
pembangunan rumah penduduk Kanekes Luar telah menggunakan alat-alat bantu,
seperti gergaji, palu, paku, dll, yang sebelumnya dilarang oleh adat Kanekes
Dalam.
· Menggunakan
pakaian adat dengan warna hitam atau biru tua (untuk laki-laki), yang
menandakan bahwa mereka tidak suci. Kadang menggunakan pakaian modern seperti
kaos oblong dan celana jeans.
· Menggunakan
peralatan rumah tangga modern, seperti kasur, bantal, piring & gelas kaca
& plastik.
· Mereka
tinggal di luar wilayah Kanekes Dalam.
Secara lebih rinci dapat dijabarkan tentang
tujuh unsure yang merupakan unsure kebudayaan orang baduy, yaitu:
1) Sistem
Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang
disebut sebagai Sunda Wiwitan berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang
(animisme) yang pada perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama
Budha, Hindu, dan Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukkan dengan adanya
pikukuh atau ketentuan adat mutlak yang dianut dalam kehidupan sehari-hari
orang Kanekes.
Tabu tersebut dalam kehidupan
sehari-hari diinterpretasikan secara harafiah. Objek kepercayaan terpenting
bagi masyarakat Kanekes adalah Arca Domas, yang lokasinya dirahasiakan dan
dianggap paling sakral. Orang Kanekes mengunjungi lokasi tersebut untuk
melakukan pemujaan setahun sekali pada bulan Kalima. Hanya puun yang merupakan ketua adat tertinggi dan beberapa anggota
masyarakat terpilih saja yang mengikuti rombongan pemujaan tersebut. Di
kompleks Arca Domas tersebut terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan.
Apabila pada saat pemujaan ditemukan batu lumpang tersebut ada dalam keadaan
penuh air yang jernih, maka bagi masyarakat Kanekes itu merupakan pertanda
bahwa hujan pada tahun tersebut akan banyak turun, dan panen akan berhasil
baik. Sebaliknya, apabila batu lumpang kering atau berair keruh, maka merupakan
pertanda kegagalan panen.
Bagi sebagian kalangan, berkaitan
dengan keteguhan masyarakatnya, kepercayaan yang dianut masyarakat adat Kanekes
ini mencerminkan kepercayaan keagamaan masyarakat Sunda secara umum sebelum
masuknya Islam.
2) Peralatan
Hidup
Masyarakat Baduy memilih tumbuhan
bambu sebagai teman hidupnya. Bambu dengan segala kelebihannya telah
menyediakan dirinya menjadi bahan baku bagi hampir semua kebutuhan hidup
manusia. Hampir tidak ada dari bagian tumbuhan ini, mulai dari akar hingga
pucuk dan daun-nya yang tidak bisa dimanfaatkan. Akar bambu sering dipakai
sebagai bahan ramuan obat, pucuk (rebung) bambu dibuat sayuran, dan batang
bambu dewasa untuk bermacam keperluan bangunan. Bahkan tanah tempat bekas
rumpun bambu adalah bagian tanah yang amat subur untuk berladang.
Bambu telah menyediakan hampir semua
kebutuhan peralatan hidup bagi manusia Baduy. Gelas Bambu adalah yang paling
sederhana. Orang Baduy, terutama kelompok Baduy Dalam mengkreasi gelas minum
dari bambu dengan berbagai ukuran. Struktur tumbuhan yang berlubang di tengah
dengan buku-buku kokoh yang menjadi pembatas antar ruas-ruasnya telah
dimanfaatkan secara cerdas untuk menciptakan gelas-gelas tempat minum manusia.
Selain gelas, bambu juga dapat dibuat berbagai peralatan dapur dan rumah
tangga, seperti sendok, garpu, sumpit, dan untuk menanak nasi. Bambu kering
kerap juga digunakan sebagai kayu bakar untuk perapian memasak makanan.
3) Mata
Pencaharian
Bertani adalah mata pencarian utama
masyarakat Baduy di desa Kanekes, tetapi dalam mengelolah lahan / tanah mereka
tetap memegang aturan-aturan yang telah digariskan oleh pikukuhnya, yaitu tanah
tidak boleh dicangkul sehingga erosi di setiap lahan pertanian orang Baduy
relatif dapat dihindarkan atau kecil sekali. Begitu pula untuk melindungi tata
air, kebersiahn dan kelestarian dari adanya pencemaran sungai, pembuatan rumah,
penempatan lumbung padi, semuanya berintegritasi secara fungsional dalam
kehidupan mereka yang hidup berdasarkan pikukuh aturan adat. Dengan demikian
ekosistem masyarakat Baduy di desa Kenekes terdapat suatu keseimbangan yang
dinamakan homeostatis yaitu kemampuan
ekosistem untuk menaham berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan.
Selain itu mereka juga mendapatkan penghasilan tambahan dari menjual
buah-buahan yang mereka dapatkan di hutan seperti durian dan asam keranji,
serta madu hutan. Sebagai tanda kepatuhan/pengakuan kepada penguasa, masyarakat
Kanekes secara rutin melaksanakan seba yang masih rutin diadakan setahun sekali
dengan mengantarkan hasil bumi kepada penguasa setempat yaitu Gubernur Banten.
Dari hal tersebut terciptanya interaksi yang erat antara masyarakat Baduy dan
penduduk luar. Ketika pekerjaan mereka diladang tidak mencukupi, orang Baduy
biasanya berkelana ke kota besar sekitar wilayah mereka dengan berjalan kaki,
umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil antara 3 sampai 5 orang untuk
mejual madu dan kerajinan tangan mereka untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.
4) Bahasa
Bahasa yang mereka gunakan adalah
Bahasa Sunda dialek Sunda–Banten. Untuk berkomunikasi dengan penduduk luar
mereka lancar menggunakan Bahasa Indonesia, walaupun mereka tidak mendapatkan
pengetahuan tersebut dari sekolah. Orang Kanekes 'dalam' tidak mengenal budaya
tulis, sehingga adat istiadat, kepercayaan/agama, dan cerita nenek moyang hanya
tersimpan di dalam tuturan lisan saja.
5) Kesenian
Alat musik tiup seperti seruling
bambu, angklung, dan kentongan adalah beberapa contoh penggunaan ruas-ruas
bambu dengan berbagai ukuran bagi kepentingan pemenuhan hasrat bermusik atau
berkesenian orang Baduy. Pembuatan wayang dari anyaman bambu juga sering dijumpai
di komunitas Baduy, dan banyak lagi. Perlengkapan kerja seperti caping (tudung)
yang biasa digunakan bekerja di ladang di tengah terik matahari terbuat dari
bambu. Terdapat juga tikar bambu, atau sekedar anyaman bambu yang agak kasar,
yang biasanya digunakan untuk menjemur ketela, kopi, kelapa, bahkan padi. Bakul
berukuran kecil, sedang dan besar dibuat dari bambu. Bambu Timba adalah alat
mengambil dan membawa air dari sungai atau pancuran hampir dimiliki di setiap
rumah orang Baduy.
6) Sistem
Kekerabatan
A.
Kampung dan Ikatan Kekerabatan
Untuk melihat kekerabatan orang Baduy,
lokasi tempat tinggal mereka dianggap penting. Lokasi permukiman itu menentukan
pada kedudukan mana terletak seseorang sebagai keturunan para Batara. Selain
itu, dapat pula dipahami berbagai sistem sosial lainnya seperti perkawinan,
pola tempat tinggal sesudah kawin, penempatan rumah di kampung yang dapat
memberikan gambaran tentang kekerabatan dan kedudukannya dalam masyarakat.
Hubungan antara sistem kekerabatan dan
lokasi kampung dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu: pertama tentang kampung tangtu; kedua, kampung panamping; dan ketiga pajaroan. Tentang hal itu, ekpresi orang
Baduy menyatakan bahwa seluruh wilayah Desa Kanekes adalah tangtu teulu jaro
tujuh. Artinya, bahwa wilayah Kanekes seluruh penduduknya merupakan satu
kerabat yang berasal dari satu nenek moyang, kalau pun ada perbedaan terletak
pada tua dan muda dari sisi generasi.
Dalam kekerabatan orang Baduy,
Cikeusik dianggap yang tertua, Cikertawana yang menengah dan Cibeo yang
termuda. Oleh karena itu, Puun Cikeusik lah yang mengurus kunjungan tahunan ke
Sasaka Domas tempat yang disucikan oleh orang Baduy. Kerabat yang lebih muda
cukup dengan mengikuti yang tertua. Demikian juga halnya dengan pembagian
kombala, berupa tanah putih dan lumut yang dibawa dari tempat itu, mengikuti
ketentuan kerabat tua dan muda.
Namun demikian, untuk memudahkan
pembahasan kekerabatan, istilah kekerabatan atau kinship dalam tulisan ini
mengacu pada sejumlah status (posisi atau kedudukan sosial), dan saling
hubungan antarstatus sesuai dengan prinsip-prinsip budaya yang berlaku terutama
digunakan untuk: (1) menarik garis pemisah antara kaum-kerabat (kin) dan bukan
kaum-kerabat (non-kin); (2) menentukan hubungan kekerabatan seseorang dengan
yang lain secara tepat; (3) mengukur jauh/dekatnya hubungan kekerabatan
seseorang dengan yang lain; dan (4) menentukan bagaimana seseorang harus
berperilaku terhadap seseorang yang lain sesuai dengan aturan-aturan
kekerabatan yang disepakati bersama.
Prinsip kekerabatan tersebut,
mengungkapkan bahwa kekerabatan Orang Baduy tidak menyimpang dari model klasik
untuk beberapa masyarakat Indonesia Timur. Namun, ada beberapa perubahan yang
terjadi disebabkan oleh isolasi yang dilakukan Orang Baduy sendiri.
B. Sistem
Perkawinan
Sistem perkawinan pada masyarakat
baduy adalah sistem perkawinan Monogami. Seorang laki-laki baduy tidak boleh
beristri lebih dari seorang dan perkawinan Poligami merupakan suatu hal yang
“buyut” (tabu). Sistem perkawinan Monogami itu sejalan dengan Azas Perkawinan
kita diatur dalam Undang-undang Nomor : 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan,
sehingga adat istiadat perkawinan masyarakat baduy yangbersifat Monogami ini
perlu dibina dan dilestarikan.
Perkawinan anak laki-laki yang pertama
(kakak) dari suatu garis keturunan dengan anak perempuan yang terakhir (adik)
dari garis keturunan yang lain. Kemudian hal yang dianggap penting dalam kaitan
dengan ketentuan itu adalah adik tidak boleh melangsungkan perkawinan sebelum
kakaknya melangsungkan perkawinan (ngarunghal). Dalam prakteknya pada Orang Baduy
tidak terdapat perbedaan antara sepupu persamaan (paralel-cousins) dan
antarsepupu (cross-cousins) sehingga ada kecenderungan dalam perkawinan itu
terjadi dalam keluarga yang paling dekat, dapat terjadi sampai dengan sepupu
tingkat keempat. Atau, istilah Orang Baduy menyebut dengan baraya.
7) Ilmu
Pengetahuan
Hubungan antara orang baduy Dalam
dengan orang baduy Luar selain diikat oleh hubungan adat, juga hubungan yang
bersifat formal. Orang baduy Luarlah yang menjadi penghubung masyarakat baduy dengan
masyarakat luar. Dengan demikian daerah baduy luar merupakan daerah penyaring
berbagai pengaruh dari luar sebelum masuk ke baduy Dalam dan hal ini terlihat
dimana semua orang asing tidak boleh masuk ke wilayah baduy Dalam, mereka hanya
diperbolehkan sampai di wilayah baduy Luar saja. Untuk kepentingan hubungan
dengan luar, termasuk hubungan dengan urusan pemerintahan formal, maka orang
baduy Luarlah yang ditunjuk untuk dijadikan Kepala Desa.
Didalam Adat istiadat masyarakat baduy
terdapat beberapa pantangan/tabu (buyut) untuk berbuat atau melakukan sesuatu.
Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu mengatur hubungan-hubungan perilaku
orang baduy baik secara perorangan, hubungan dengan kelompok masyarakatnya
maupun dengan lingkungan alamnya yang dianggap sebagai tanah titipan dari nenek
moyangnya.
Pesan nenek moyang yang dititipkan
kepada Puun (Ketua Adat) harus
dilaksanakan dan dipatuhi oleh semua orang baduy, sebab pelanggaran terhadap
pantangan/tabu (buyut) atas pesan tersebut dapat mengakibatkan berbagai hal
yang merugikan. Keseluruhan pantangan/tabu (buyut) itu merupakan pedoman
tingkah laku dan pedoman hidup yang tercakup dalam ungkapan yang walaupun tidak
tertulis, tetapi ditaati dan dapat dijelmakan dalam perilaku sehari-hari setiap
orangbaduy, baik diantara mereka sendiri maupun bila berhubungan dengan orang
luar masyarakatnya. Ketaatan orang baduy akan adat dari nenek moyangnya itu
dimanifasikan dalam ungkapan teu wasa.
B. Suku Baduy memiliki Budaya Fenomenal
Masyarakat baduy mempunyai adat istiadat
yang menjadi pegangan hidup bagi masyarakat baduy. Adat masyarakat baduy,
terutama baduy Dalam, berupa hukum-hukum adat yang bersifat mengikat. Segala
hal yang dilarang adat, walau tidak secara tertulis, tidak dapat ditentang.
Pelanggaran terhadap aturan-aturan adat itu dipercaya akan membawa bencana.
Masyarakat menolak pembangunan puskesmas di baduy karena mereka punya cara
pengobatan tersendiri sejak dulu. Penolakan serupa juga dilontarkan ketika
mereka ditawari sistem pertanian baruyangyang dapat menghasilkan panen dua kali
setahun. Warga baduy telah mempunyai sistem dan cara pertanian sendiri. Dengan
sistem pertanian yang menghasilkan panen satu kali dalam setahun, mereka
percaya mampu memanen gabah yang baik dan tahan disimpan di lumbung hingga 100 tahun.
Sehingga di masyarakat baduy tidak pernah mengalami kelaparan ataupun busung
lapar. Kalau pertanian dipaksakan menggunakan pupuk supaya bisa panen dua kali
setahun, kualitas padinya malah jadi menurun. Masyarakat baduy, khususnya baduy
Dalam, menggantungkan hidupnya pada pertanian tradisional. Mereka menanam padi
dan palawija di ladang tadah hujan (huma). Sesuai adat, pengolahan pertaniannya
tidak boleh menggunakan alat-alat berat, seperti cangkul dan bajak. Mereka juga
tidak diperbolehkan membelokkan air untuk pengairan huma. Padi yang dipanen
selama satu tahun sekali ini disimpan dalam lumbung (leuit). Padi yang disimpan
dalam lumbung khas baduy bisa bertahan hingga puluhan tahun. Padi tersebut,
sesuai adat, tidak boleh dijual.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Ø
Manusia sebagai mahluk
individu artinya manusia merupakan satu kesatuan antara jasmani dan rohani.
Seseorang dikatakan sebagai individu apabila kedua unsur tersebut menyatu dalam
dirinya.
Ø
Selain sebagai makhluk
individu juga, manusia adalah makhluk sosial. Salah satunya dikarenakan pada
diri manusia ada dorongan untuk berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain
yang satu sama lain saling membutuhkan. Untuk menjadi pribadi yang bermakhluk
sosial setiap individu dihadapkan dengan sosialisasi, yaitu suatu proses
dimana seseorang belajar menjadi seorang anggota yang berpartisipasi dalam
masyarakat.
Ø
Adapun yang dimaksud
masyarakat setempat atau komunitas berbeda dengan masyarakat. Masyarakat
sifatnya lebih umum dan lebih luas, sedang masyarakat setempat lebih terbatas
dan juga dibatasi oleh kawasan tertentu. Namun ditinjau dari aktivitas
hubungannya dan persatuannya lebih erat pada masyarakat setempat dibandingkan
dengan masyrakat.
Ø
Manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial selalu dihadapkan oleh dua kepentingan
yaitu kepentingan individu dan sosial. Persoalan pengutamaan kepentingan
individu atau masyarakat ini memunculkan dua pandangan yang berkembang yaitu
pandangan individualisme dan pandangan sosialisme. Sebetulnya kedua kepentingan
tersebut tidak dapat dipisahkan dan bukanlah pilihan.
Ø
Suku Baduy merupakan
salah satu suku pendalaman di Indonesia, walaupun mereka tidak seperti
kebanyakan masyarakat Indonesia yang lain, tetapi mereka tetap memiliki sikap
sosialisasi yang tinggi hingga sangat terlihat sekali bahwa mereka saling
bergantung satu dengan yang lainnya dan saling membutuhkan (mahluk sosial).
3.2 Saran
Sejalan dengan kesimpulan diatas, penulis
merumuskan saran sebagai berikut.
Sebagai manusia yang
tidak luput dari kekurangan, sudah sepatutnya kita menghargai satu dengan yang
lainnya. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri. Dalam keadaan apapun
manusia pasti membutuhkan bantuan dari yang lainnya baik berupa benda mati ataupun
hidup. Menghargai perbedaan sangatlah penting. Setiap suku atau daerah pasti
memiliki kebudayaan dan adat istiadatnya masing-masing. Setiap suku, bahasa,
budaya dan keanekaragaman di Indonesia merupakan bagian dari kekayaan bangsa
Indonesia. Jadi, sebagai warga negara Indonesia yang baik sudah seharusnya kita
saling menghormati, menjaga kerukunan dan persaudaraan dan tetap mempunyai
jiwa persatuan yang kuat seperti yang tercantum dalam semboyan bangsa kita Bhineka Tunggal Ika.
DAFTAR
PUSTAKA
http://manusiabudaya.blogspot.com/2012/03/manusia-sebagai-makhluk-individu-dan-
makhluk-sosal
Permana,
C.E. (2001). Kesetaraan gender dalam adat inti jagat Baduy, Jakarta: Wedatama
Widya Sastra.
Garna, Y.
(1993). Masyarakat Baduy di Banten, dalam Masyarakat Terasing di Indonesia,
Editor: Koentjaraningrat & Simorangkir, Seri Etnografi Indonesia No.4.
Jakarta: Departemen Sosial dan Dewan Nasional Indonesia untuk Kesejahteraan
Sosial dengan Gramedia Pustaka Utama.
http://id.wikipedia.org/wiki/Orang_Kanekes